Gatal pada Pasien Hemodialisa: Mengungkap Beragam Penyebab di Balik Ketidaknyamanan Kronis

Pendahuluan

Hemodialisa adalah prosedur penyelamat jiwa bagi jutaan orang di seluruh dunia yang menderita penyakit ginjal stadium akhir (PGTA). Sebagai terapi pengganti ginjal, hemodialisa mengambil alih fungsi vital ginjal yang rusak untuk menyaring limbah, cairan berlebih, dan menjaga keseimbangan elektrolit dalam darah. Meskipun esensial, proses ini seringkali datang dengan serangkaian tantangan dan komplikasi, salah satunya adalah keluhan gatal kronis yang dikenal sebagai pruritus uremikum.

Gatal, atau pruritus, pada pasien hemodialisa bukanlah sekadar sensasi biasa. Ini adalah kondisi yang melumpuhkan, memengaruhi kualitas hidup secara drastis, mengganggu tidur, menyebabkan stres psikologis, dan bahkan meningkatkan risiko depresi. Diperkirakan 50% hingga 90% pasien hemodialisa mengalami gatal pada tingkat keparahan yang bervariasi, menjadikannya salah satu keluhan non-spesifik yang paling umum dan menyusahkan. Memahami akar penyebab gatal ini sangat penting untuk pengembangan strategi penanganan yang efektif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pasien. Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai faktor yang berkontribusi terhadap munculnya gatal pada pasien hemodialisa, dari akumulasi toksin hingga aspek psikologis.

Apa Itu Pruritus Uremikum?

Pruritus uremikum (PU), juga dikenal sebagai gatal yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronis (CKD-associated pruritus/CKD-aP), adalah sensasi gatal yang persisten dan menyebar, tanpa adanya lesi kulit primer yang jelas (seperti ruam atau kemerahan) yang dapat menjelaskan gatal tersebut. Gatal ini cenderung memburuk selama atau segera setelah sesi dialisa, atau bahkan dapat muncul secara independen dari sesi dialisa. Lokasi gatal bervariasi, namun seringkali ditemukan di punggung, perut, lengan, dan kaki, dan seringkali bersifat bilateral serta simetris. Intensitasnya bisa ringan, sedang, hingga sangat parah, menyebabkan pasien menggaruk secara kompulsif hingga timbul luka, infeksi sekunder, dan penebalan kulit (likenifikasi).

Prevalensi dan Dampak pada Kualitas Hidup

Tingkat prevalensi PU sangat tinggi, dengan beberapa penelitian melaporkan angka hingga 80-90% pada pasien hemodialisa. Angka ini mungkin bervariasi tergantung definisi, metode penilaian, dan populasi pasien. Terlepas dari angka pastinya, dampak PU terhadap kualitas hidup pasien tidak bisa diremehkan. Pasien sering melaporkan:

  • Gangguan Tidur: Gatal yang intens, terutama di malam hari, menyebabkan kesulitan tidur, insomnia, dan kelelahan kronis.
  • Stres dan Depresi: Ketidaknyamanan yang terus-menerus dapat memicu stres, kecemasan, dan bahkan depresi klinis.
  • Isolasi Sosial: Rasa malu karena menggaruk di depan umum atau penampilan kulit yang rusak dapat menyebabkan pasien menarik diri dari aktivitas sosial.
  • Penurunan Kepatuhan: Beberapa pasien mungkin merasa frustrasi dengan pengobatan mereka dan menjadi kurang patuh terhadap jadwal dialisa atau regimen pengobatan lainnya.
  • Infeksi Kulit: Luka akibat garukan dapat menjadi pintu masuk bagi bakteri, menyebabkan infeksi kulit sekunder yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
  • Peningkatan Mortalitas: Beberapa studi observasional menunjukkan hubungan antara pruritus uremikum yang parah dan peningkatan risiko kematian, meskipun mekanisme pastinya masih diteliti.

Mengungkap Akar Masalah: Berbagai Penyebab Gatal pada Pasien Hemodialisa

Pruritus uremikum adalah kondisi multifaktorial, artinya tidak ada satu penyebab tunggal yang bertanggung jawab. Sebaliknya, interaksi kompleks dari berbagai faktor patofisiologis berkontribusi pada sensasi gatal yang menyiksa ini. Berikut adalah beberapa penyebab utama yang telah diidentifikasi:

1. Akumulasi Toksin Uremik
Ginjal yang sehat menyaring dan membuang berbagai produk limbah metabolisme dari darah. Pada pasien PGTA, fungsi ini terganggu, menyebabkan akumulasi zat-zat beracun, yang secara kolektif disebut sebagai "toksin uremik." Beberapa toksin ini, seperti guanidin, asam urat, beta-2 mikroglobulin, dan metabolit lainnya, diyakini dapat mengiritasi ujung saraf di kulit, memicu respons gatal. Meskipun hemodialisa bertujuan untuk menghilangkan toksin ini, tidak semua toksin dapat dihilangkan secara efisien, terutama yang terikat protein atau memiliki berat molekul menengah hingga besar.

2. Peradangan Sistemik Kronis
Pasien PGTA dan yang menjalani hemodialisa seringkali mengalami keadaan peradangan sistemik tingkat rendah yang kronis. Ini ditandai dengan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan C-reactive protein (CRP). Peradangan ini dapat memicu pelepasan mediator gatal dari sel-sel mast dan keratinosit di kulit, serta memengaruhi sistem saraf pusat yang mengatur persepsi gatal. Stres oksidatif yang meningkat pada pasien uremik juga berkontribusi pada jalur peradangan ini.

3. Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang (CKD-MBD)
CKD-MBD adalah komplikasi umum PGTA yang melibatkan ketidakseimbangan kalsium, fosfat, dan hormon paratiroid (PTH).

  • Hiperparatiroidisme Sekunder: Kadar PTH yang tinggi, sebagai respons terhadap kadar kalsium yang rendah atau fosfat yang tinggi, telah lama dikaitkan dengan pruritus uremikum. PTH dapat memengaruhi metabolisme kalsium di kulit dan memicu pelepasan histamin.
  • Penumpukan Kalsium dan Fosfat: Kadar fosfat serum yang tinggi dan hasil kali kalsium-fosfat yang tinggi dapat menyebabkan pengendapan kristal kalsium fosfat di kulit dan jaringan lunak lainnya. Endapan ini dapat secara langsung mengiritasi ujung saraf, menyebabkan gatal.

4. Xerosis (Kulit Kering)
Kulit kering adalah keluhan yang sangat umum pada pasien hemodialisa. Beberapa faktor berkontribusi pada xerosis:

  • Gangguan Kelenjar Keringat dan Sebum: Fungsi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (penghasil minyak alami kulit) seringkali terganggu pada pasien uremik.
  • Perubahan Struktur Kulit: Uremia dapat mengubah komposisi lipid di stratum korneum (lapisan terluar kulit), mengurangi fungsi sawar kulit dan meningkatkan kehilangan air trans-epidermal.
  • Paparan Air Selama Dialisa: Meskipun paradoks, proses dialisa yang melibatkan paparan terhadap air deionisasi dan perubahan osmolalitas dapat berkontribusi pada kekeringan kulit.
    Kulit kering sendiri dapat menyebabkan gatal, dan juga dapat memperburuk gatal yang disebabkan oleh faktor lain.

5. Anemia dan Defisiensi Besi
Anemia adalah komplikasi universal pada pasien PGTA. Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya jelas, anemia, terutama yang berhubungan dengan defisiensi besi, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko pruritus uremikum. Besi adalah kofaktor penting untuk banyak enzim dan memiliki peran dalam fungsi saraf. Defisiensi besi dapat memengaruhi jalur neurotransmiter yang terlibat dalam persepsi gatal.

6. Neuropati Perifer
Neuropati uremik, yaitu kerusakan saraf akibat akumulasi toksin uremik, sering terjadi pada pasien PGTA. Kerusakan saraf ini dapat memengaruhi serat saraf kecil di kulit yang bertanggung jawab untuk transmisi sensasi gatal. Perubahan pada serat saraf ini dapat menyebabkan transmisi sinyal gatal yang tidak normal atau berlebihan ke otak.

7. Ketidakseimbangan Opioid Endogen
Teori ketidakseimbangan opioid endogen menunjukkan bahwa terdapat disregulasi antara sistem opioid mu dan kappa di otak pasien uremik. Peningkatan aktivitas reseptor opioid mu dapat memicu gatal, sedangkan penurunan aktivitas reseptor opioid kappa yang memiliki efek anti-gatal, dapat memperburuk kondisi. Hal ini menjelaskan mengapa beberapa terapi yang menargetkan sistem opioid dapat efektif.

8. Reaksi Alergi dan Sensitivitas
Meskipun jarang menjadi penyebab utama pruritus uremikum, reaksi alergi terhadap komponen yang digunakan selama hemodialisa dapat berkontribusi atau memperburuk gatal. Ini termasuk reaksi terhadap:

  • Membran Dializer: Beberapa pasien mungkin sensitif terhadap bahan membran dializer atau bahan kimia sterilan yang digunakan.
  • Heparin: Antikoagulan yang digunakan selama dialisa.
  • Air RO (Reverse Osmosis): Kualitas air yang digunakan untuk dialisa sangat penting. Kontaminan atau bahan kimia tertentu dalam air RO yang tidak murni dapat menyebabkan reaksi kulit.
  • Obat-obatan: Obat-obatan lain yang dikonsumsi pasien juga dapat memiliki efek samping gatal.

9. Defisiensi Nutrisi dan Vitamin
Beberapa defisiensi nutrisi, seperti vitamin D, vitamin A, dan vitamin B kompleks, telah diusulkan sebagai faktor yang mungkin berkontribusi terhadap pruritus. Vitamin-vitamin ini penting untuk kesehatan kulit dan fungsi saraf yang optimal. Malnutrisi umum pada pasien hemodialisa dapat memperburuk defisiensi ini.

10. Faktor Psikologis
Stres, kecemasan, dan depresi bukanlah penyebab langsung gatal, tetapi dapat secara signifikan memperburuk persepsi dan intensitas gatal. Gatal yang kronis dan mengganggu dapat menciptakan lingkaran setan: gatal menyebabkan stres, stres memperburuk gatal, yang kemudian meningkatkan garukan dan kerusakan kulit. Sistem saraf pusat memainkan peran penting dalam memodulasi sensasi gatal, dan kondisi psikologis dapat memengaruhi jalur ini.

11. Kondisi Kulit Lain yang Co-eksisten
Penting untuk selalu menyingkirkan atau mengidentifikasi kondisi kulit lain yang mungkin ada secara bersamaan dan menyebabkan gatal. Ini termasuk eksim (dermatitis atopik), psoriasis, infeksi jamur atau bakteri, atau reaksi alergi terhadap produk perawatan kulit. Kondisi ini dapat memperparah atau meniru pruritus uremikum.

12. Dialisis yang Tidak Adekuat
Meskipun bukan penyebab utama, dialisis yang tidak adekuat (dosis dialisis yang terlalu rendah atau durasi yang kurang) dapat menyebabkan akumulasi toksin uremik yang lebih besar dan memperburuk gatal. Optimalisasi resep dialisis dapat membantu mengurangi intensitas gatal pada beberapa pasien.

Mekanisme Patofisiologi yang Kompleks

Semua faktor di atas tidak bekerja secara independen, melainkan berinteraksi dalam jaringan patofisiologi yang kompleks. Misalnya, peradangan kronis dapat memicu pelepasan histamin, serotonin, substansi P, dan peptida lain dari sel mast dan keratinosit, yang kemudian langsung merangsang ujung saraf gatal. Pada saat yang sama, toksin uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat mengubah ambang batas respons saraf terhadap rangsangan gatal. Disregulasi sistem opioid endogen dapat mengubah cara otak memproses sinyal gatal.

Diagnosis Gatal Uremikum

Diagnosis pruritus uremikum umumnya dilakukan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, dengan menyingkirkan penyebab gatal lainnya. Tidak ada tes diagnostik tunggal untuk PU. Dokter akan mempertimbangkan:

  • Riwayat Medis: Durasi gatal, lokasi, pola (misalnya, memburuk saat dialisa), intensitas, dan dampaknya pada kualitas hidup.
  • Pemeriksaan Fisik: Mencari tanda-tanda garukan (eksosiasi, likenifikasi), namun tidak ada ruam primer.
  • Pemeriksaan Laboratorium: Untuk menilai kadar toksin uremik, kalsium, fosfat, PTH, status besi, dan penanda peradangan.
  • Eksklusi Penyebab Lain: Memastikan tidak ada penyakit kulit primer, alergi, atau kondisi sistemik lain (seperti penyakit hati atau tiroid) yang menjadi penyebab gatal.

Kesimpulan

Gatal pada pasien hemodialisa adalah masalah yang serius, kronis, dan multifaktorial yang secara signifikan menurunkan kualitas hidup pasien. Pemahaman yang mendalam tentang berbagai penyebabnya—mulai dari akumulasi toksin uremik, peradangan sistemik, gangguan metabolisme mineral, kulit kering, hingga faktor neurologis dan psikologis—adalah kunci untuk penanganan yang efektif.

Pendekatan terhadap pruritus uremikum harus holistik dan individual, melibatkan tim multidisiplin yang terdiri dari nefrolog, dermatolog, ahli gizi, dan psikolog. Dengan terus mengembangkan pemahaman kita tentang mekanisme kompleks di balik gatal ini, diharapkan kita dapat menemukan terapi yang lebih tepat sasaran dan efektif, memberikan kelegaan yang sangat dibutuhkan bagi pasien hemodialisa dan memungkinkan mereka menjalani hidup yang lebih nyaman dan bermartabat. Mengatasi gatal bukan hanya tentang menghilangkan sensasi, tetapi juga tentang memulihkan kualitas hidup dan martabat pasien.

penyebab gatal pada pasien hemodialisa

💬 Tinggalkan Komentar dengan Facebook

By Hemodialisa Plara

HEMODIALISA RSUD Palabuhanratu Unit Hemodialisa RSUD Palabuhanratu merupakan suatu unit kesehatan yang melakukan proses cuci darah bagi penderita disfungsi ginjal. Saat ini unit hemodialisa melayani pasien BPJS dan umum, Fasilitas pelayanan, sarana dan prasarana & SDM 1. Unit hemodialisa RSUD Palabuhanratu memiliki 12 buah mesin yang berfungsi baik serta memiliki fasilitas mesin pengolahan air yang sangat baik dimana dapat menghasilkan air yang memenuhi standar persyaratan hemodialisa. 2. 12 (Dua Belas) buah tempat tidur pasien yang dapat diubah sesuai kondisi pasien sehingga merasa nyaman selama hemodialisa 3. Ruang Hemodialisa RSUD Palabuhanratu berada dekat dengan Instalasi Gawat Darurat. Kamar ini juga dilengkapi dengan lobi ruang tunggu bagi keluarga pasien, TV, AC, dan dispenser untuk menambah kenyamanan selama menjalani proses hemodialisa 4. Proses hemodialisa berlangsung lama yaitu kurang lebih 4-5 jam untuk setiap pasien, difasilitasi dengan TV untuk membuat pasien nyaman ketika proses cuci darah berlangsung. 5. Dengan tenaga dokter dan perawat mahir yang telah mendapatkan pelatihan hemodialisa mahir.